Rabu, 25 Mei 2016

PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA


PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DALAM
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima.

Pengertian Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI)
Sistem Administrasi Negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. SANRI secara luas memiliki arti sistem penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan Negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit SANRI adalah idiil pancasila, konstitusional UUD 1945, operasional RPMJ nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan  Pelayanan Publik
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Maka dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, pelayanan  public merupakan salah satu.
Pelayanan publik menurut Sinambela adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terlihat pada suatu produk secara fisik.
Hubungan antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia. Dan pelayanan public merupakan salah satu sistem administrasi Negara Indonesia , dan merupakan hal sangat berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai arti melayani , dan sistem administrasi Negara berarti pelayanan mengenai terselenggaranya suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali masalah-masalah mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal pelayanan publik.

Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang responsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima.
Dalam pelayanan publik tentunya kita belajar mempelajari sistem administrasi publik yang dimana, sebagai sistem, administrasi public terbentuk karena jalinan hubungan saling mempengaruhi antara administrasi public disatu pihak serta factor-faktor internal dan eksternal dilain pihak. Sistem administrasi public dibentuk dengan maksud untuk menanggulangi masalah-masalah administrasi public terutama dalam pelayanan public. Masalah yang dihadapi administrasi public adalah masalah-masalah yang dihadapi atau timbul terkait dengan usaha-usaha untuk merealisasikan kebutuhan masyarakat dan tujuan Negara.
Untuk memahami beberapa masalah yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh aparat, diantaranya:
1.      Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin
2.      Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis
3.      Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain
4.      Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses.”

Masalah dan Faktor Penyebab Buruknya Pelayanan Publik
Secara umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati berbagai persoalan seputar pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya memperlihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya:
1.      Hanya sebagian kecil dari keseluruhan instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki prosedur yang jelas.
2.      Banyak instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan.
3.      Tidak banyaknya perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada sistem monitoring, evaluasi, dan perencanaan yang baik yang dilakukan oleh instansi-instansi penanggungjawab dan penyedia pelayanan public.



Paradigma pelayanan public dan mentalitas aparat
Aturan dan regulasi yang ada sebenarnya sudah meneguhkan tanggungjawab Negara dalam memberi pelayanan, namun ironisnya banyak ditemukan kasus yang menggambarkan buruknya pelayanan public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan paradigma dari aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih rules-driven atau berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan kepuasan masyarakat. Setiap aparat harusnya memahami esensi dari pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat.

Kualitas pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif
Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang tanpa diskriminasi belum diberikan dengan kualitas yang memadai. Selain itu, pelayanan public yang disediakan umumnya terbatas, misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan sarana tidak memadai dan tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh keterbatasan SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah, APBD lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan pembangunan.

Kebijakan atau keputusan politik yang diambil oleh pemerintah.
Kebijakan yang diambil seringkali tidak memihak kepada kepentingan masyarakat,dan cenderung merugikan rakyat, para pengambil kebijakan lebih memikirkan kepentingan orang-orang terdekat serta golongan mereka. Seringkali kebijakan yang diambil tidak memberikan jaminan maupun perlindungan kepada rakyat. Tidak adanya undang-undang yang memberikan jaminan kepada rakyat yang dirugikan oleh Negara serta jaminan perlindungan rakyat melakukan pengaduan. Peraturan yang ada hanya mengatur kewajiban rakyat saja tanpa mencantumkan kewajiban Negara serta sanksinya bagi mereka yang lalai melaksanakan tugasnya. Pada saat pemberi pelayanan lalai atau gagal pada saat menjalankan tugas rakyat tidak berdaya untuk melakukan protes.

Penyelesaian Masalah Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
Konsep pelayanan publik yang diperkenalkan oleh David Obsorne dan Ted Gaebler dalam bukunya “Reiventing Geovernment” (1995). Intinya adalah pentingnya peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah dengan cara memberi wewenang kepada pihak swasta lebih banyak berpastisipasi sebagai pengelola pelayanan public.
Dalam rangka perbaikan penerapan dan perbaikan sistem dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan publik, obsorne menyimpulkan 10 prinsip yang disebut sebagai keputusan gaya baru. Salah satu prinsip penting dalam keputusannya adalah sudah saatnya pemerintah berorientasi pasar untuk itu diperlukan pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien melalui pengendalian pasar itu sendiri.

Kesepuluh prinsip yang dimaksud Obsorne (1997), adalah sebagai berikut :
1.      Pemerintah kapitalis, mengarahkan ketimbang mengayuh
2.      Pemerintahan milik masyarakat, memberi  wewenang  ketimbang melayani
3.      Pemerintah yang kompetitif , menyuntikkan persaingan kedalam pemberian pelayanan
4.      Pemerintahan yang digalakkan oleh misi, mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
5.      Pemerintah yang berorientasi pada hasil, membiayai hasil, bukan masukan
6.      Pemerintahan berorientasi pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
7.      Pemerintahan wirausaha, menghasilkan ketimbang mebelanjakan
8.      Pemerintah antisidatif, mencegah daripada mengobati
9.      Pemerintahan desentralisasi
10.  Pemerintahan birokrasi pasar, mendongkrak perubahan melalui pasar.

Untuk mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa permasalahan yang harus diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public berjalan dengan baik diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Pengembangan Kelembagaan Birokrasi Pemerintah
Penyelenggaraan pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti diantaranya : Prosedur yang berbelit-belit, Tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian , Biaya yang terus dikeluarkan , Persyaratan yang tidak transparan, Sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan public dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan public secara menyeluruh dan terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan berdasarkan pada asas-asas umum kepemerintahan yang baik, meliputi kepastian hukum, transparan, daya tanggap, berkeadilan, efektif dan efisien, tanggung jawab, akuntabilitas, tidak menyalahgunakan kewenangan.
Untuk menyelenggarakan asas-asas umum kepemerintahan yang baik serta prinsip-prinsip pelayanan public diperlukan upaya pengembangan kelembagaan birokrasi pemerintah, SDM aparatur maupun kualitas proses penyelenggaraan pelayanan public.
2.      Identitas Aparatur Pemerintah
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik strategi yang selanjutnya adalah pembaharuan sikap dan karakter aparatur birokrasi pemerintah, yaitu melaksanakan pelayanan umum yang memuaskan pelanggan tanpa ada pembedaan (equality). Perlakuan yang tidak membedakan pelanggan tidak cukup, diperlukan adanya keadilan (equity) serta kejujuran atau keterbukaan (fairness) dalam pelayanan. Pelayanan yang memuaskan dipengaruhi oleh kompetensi aparatur birokrasi pemerintah. Untuk itu perlu adanya perubahan internal dilingkungan birokrasi pemerintah.
Setidaknya perubahan tingkah laku para pelaku birokrasi secara menyeluruh mulai dari yang tertinggi hingga yang paling rendah dalam struktur birokrasi menuju birokrasi pemerintah yang dicita-citakan sebagai langkah reformasi birokrasi pemerintah.
3.      Pengembangan Kualitas Proses Pelayanan
Strategi ketiga untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang memuaskan adalah diperlukannya desain proses atau mekanisme pelaksanaannya secara tepat agar dapat dihasilkan kualitas yang memuaskan.
Sebelumnya telah dikemukakan strategi kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah dengan melakukan pengembangan kelembagaan organisasi pemerintah, melalui perubahan sikap dan karakter para pelaku birokrasi sebagai identitas baru aparatur pemerintah, dan mendesain proses pelaksanaan kewajiban pemerintah yaitu dengan strategi pelaksanaan pelayanan, sebagai berikut :
a.       Sederhanakan birokrasi
Menilik peran birokrasi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan umum dituntut dapat memuaskan masyarakat sebagai pelanggannya.
Kriteria pelayanan yang memuaskan atau yang disebut dengan pelayanan prima, banyak ragamnya menurut pakar. Namun esendi pelayanan prima pada dasarnya mencakup 4 prinsip, yaitu CETAK (Cepat, Tepat, Akurat, Berkualitas) :
1)      Pelayanan harus cepat
Dalam hal ini pelanggan tidak membutuhkan waktu tunggu yang lama.
2)      Pelayanan harus tepat
Ketepatan dalam berbagai aspek yaitu : aspek waktu, biaya, biaya prosedur, sasaran, kualitas maupun kuantitas serta kompetensi petugas.
3)      Pelayanan harus akurat
Produk pelayanan tidak boleh salah, harus ada kepastian, kekuatan hukum, tidak meragukan keabsahannya.
4)      Pelayanan harus berkualitas
Produk pelayanannya tidak seadanya, sesuai dengan keinginan pelanggan, memuaskan, berpihak, dan untuk kepentingan pelanggan.
b.      Mengutamakan kepentingan masyarakat
Dalam pelaksanaan pelayanan umum, birokrasi pemerintah harus senantiasa berorientasi pada kepentingan pelanggannya yaitu masyarakat. Untuk ini birokrasi pemerintah harus banyak mendengar (Listen to customers), apa kebutuhan, keinginan masyarakat sebagai pelanggan dan ada pula yang tidak disukai masyarakat. Hal ini dapat didukung dengan komunikasi yang sehat, kebebasan pers yang bertanggung jawab kepada kepentingan umum.
Namun demikian perlu disadari pula bahwa pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, perlu adanya peran serta masyarakat sebagai wujud pastisipasi social. Partisipasi masyarakat harus dibangun, karena itu birokrasi pemerintah harus pula menjadi motivator atau pendorong tumbuhnya partisipasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu pemberdayaan masyarakat dalam arti “energizing” sehingga dapat menumbuh kembangkan kemampuan sebagai masyarakat madani, berikan kemudahan, kesempatan maupun kemampuan kepada masyarakat secara obyektif untuk melayani sendiri kebutuhannya.

c.       Pemanfaatan dan pemberdayaan Bawahan
Pelaku birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus produktif, tidak lamban. Untuk itu setiap pimpinan pada level apapun dalam birokrasi pemerintah harus memnanfaatkan potensi personil/bawahan seoptimal mungkin, pembagian tugas yang jelas dan merata dengan meningkatkan kompetensi petugas melalui berbagai upaya yang tersu menerus untuk memberdayakan bawahan dengan orientasi profesionalisme. Dan diharapkan tidak seorang aparatur pemerintah yang melaksanakan tugas diluar tugas pokok dan fungsinya.
d.      Kembali kefungsi dasar pemerintah
Fungsi dasar pemerintah yang terpenting adalah mengayomi dan melayani masyarakat termasuk menjamin tercapainya kesejahteraan umum masyarakat yang berarti kesejahteraan di segala bidang kehidupan masyarakat. Pemerintah bukan tukang memerintah, bukan penindas atau pemeras, pelaku birokrasi pada dasarnya yang melayani masyarakat bukan sebaliknya minta dilayani.
Peran birokrasi pemerintah sebagai pelayan masyarakat sekaligus pendorong bertumbuh kembangnya partisipasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, mengingat tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri oleh birokrasi pemerintah.
Birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak semata-mata bergerak karena peraturan, tetapi didorong oleh adanya misi. Dengan terlaksananya fungsi pemerintah sesuai dengan visi dan misi, maka diharapkan berkembangnya kepemerintahan yang baik, pemerintah yang bersih dan tentu akan dapat melestarikan kepercayaan rakyatnya.
Untuk upaya peningkatan kualitas pelayanan  dilakukan  dengan mengikuti Siklus Deming yang dinamakan Siklus PDCA dari Dr. W. Edwards Deming (bapak TQM) yaitu meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a.       Tahap perencanaan
Dalam tahap ini dilakukan hal-hal pokok sebagai berikut :
1.      Identifikasi peluang dilakukannya perbaikan
2.      Dokumentasi proses saat ini
3.      Menciptakan visi proses yang perlu diperbaiki
4.      Menentukan jangkauan usaha perbaikan.
b.      Tahap Pelaksanaan Bertahap
Setelah perencanaan perbaikan telah disusun, langkah selanjutnya pelaksanaan rencana  perbaikan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan. Pelaksanaan bertahap tersebut hendaknya dirancang sebelum diproduksi/diimplementasikan secara penuh.
c.       Tahap pemeriksaan
Hasil implementasi rencana diperiksa dan dicatat yang kemudian dijadikan dasar bagi langkah penyesuaian dan perbaikan.
d.      Pelaksanaan
Tahap ini merupakan pelaksanaan rencana secara penuh setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan komponen Check (pemeriksaan). Langkah selanjutnya adalah mengulang siklus untuk rencana perbaikan selanjutnya secara berkesinambungan.

Persayaratan teknis dan Adminitratif Pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenhui persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persayaratan teknis dan atau persyaratan administrastif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administrative harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkaitdengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan didekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan atau menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas.
Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan surat keputusan/surat penugasan dari pejabat yang berwenang. Pejabat dan petugas yang memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif terhadap penerima pelayanan dengan memperhatikan:
a.       Aspek psikologi dan komunikasi, serta prilaku melayani
b.      Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat merubah keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman.
c.       Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimic dan pandangan mata.
d.      Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.
e.       Berada ditempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
Standar Pelayanan Publik
Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun standar pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan public yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.
Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.



Minggu, 13 Maret 2016

PEMBELAJARAN MENULIS DRAMA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN SUMBER BELAJAR


PEMBELAJARAN MENULIS DRAMA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN SUMBER BELAJAR
(RESOURCE BASED LEARNING)

ABSTRAK
Pembelajaran menulis drama merupakan salah satu materi yang perlu dipelajari oleh siswa. Karena dengan menulis drama, siswa akan mendapatkan pengalaman langsung terlibat dalam suatu karya sastra. Pembelajaran menulis drama di sekolah/ kampus saat ini cenderung monoton. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dan hanya diberi teori-teori tanpa praktik. Pemilihan model pembelajaran yang tepat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Model pembelajaran yang dapat dijadikan salah satu alternatif solusi dalam pembelajaran menulis drama adalah model Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (Resource Based Learning). Di dalam model PBSB, guru menyediakan berbagai sumber belajar untuk siswa dan siswa memilih sumber belajar yang paling cocok untuk dirinya. Bila kedua komposisi tersebut diaplikasikan dengan maksimal, maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal. Dengan kata lain, siswa akan lebih mampu untuk menulis sebuah naskah drama sesuai dengan ide dan krativitasnya.

Kata kunci: model pembelajaran, menulis drama, model PBSB


A.                Pendahuluan
Drama adalah salah satu bentuk karya sastra. Menurut Ferdinand Brunetiere (1914), drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Dengan kata lain, drama berisi kisah yang merupakan tiruan dari perilaku dan kehidupan manusia sehari-hari.
Pembelajaran drama di sekolah saat ini masih didominasi ranah apresiasi drama. Siswa diajak untuk menonton atau membaca naskah drama. Kegiatan ekspresi drama terkadang dilupakan. Hal tersebut sangat disayangkan, karena kegiatan berekspresi dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk mendalami sebuah naskah drama, misalnya kegiatan menulis drama.
Kemampuan menulis drama merupakan kemampuan yang tidak datang secara tiba-tiba. Kemampuan tersebut harus terus diasah dengan melakukan pembelajaran dan latihan. Kondisi kemampuan menulis teks drama pada siswa saat ini belum maksimal. Hal ini disebabkan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang tepat. Dalam pembelajaran menulis drama, biasanya guru hanya memberi teori tanpa praktik. Guru hanya memberi penjelasan mengenai teks drama, tanpa melibatkan siswa secara langsung. Hal ini pulalah yang menyebabkan siswa menjadi kurang berminat dan kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama.
Hal tersebut senarai dengan hasil penelitian yang dilakukan Arif Rahman dan tertuang dalam skripsinya yang berjudul “Model Pembelajaran Menulis naskah Drama dengan Menggunakan Media Drama Komedi Extravaganza”. Menurut hasil penelitian tersebut, kemampuan siswa dalam menulis naskah drama masih sangat kurang.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Hamdani dan tertuang dalam tesisnya yang berjudul Penyusunan model pengajaran apresiasi drama : studi kuasi eksperimen terhadap siswa kelas II SMU Negeri Cililin Gelar Magister Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia”, salah satu faktor yang menyebabkan kurang maksimalnya hasil pembelajaran yang diraih adalah kurang variatifnya model pembelajaran yang diterapkan. Pengajaran sastra sering dikeluhkan banyak pihak. Keluhan ini umumnya mengarah pada hasil pengajaran sastra yang dianggap kurang memuaskan dan pelaksanaan pengajarannya yang dianggap cenderung lebih memberi tekanan pada pengetahuan sastra dibanding pada pengalaman sastra. Salah satu faktor penyebab terjadi keluhan ini adalah karena guru kurang memahami dan menguasai model-model pengajaran yang sesuai dengan hakikat pengajaran sastra. Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa model pembelajaran menjadi salah satu faktor yang bisa menentukan keberhasilan pembelajaran, khususnya pembelajaran menulis drama.
Model pembelaran menulis drama yang ada sekarang cenderung monoton dan tidak komunikatif. Siswa jarang dilibatkan secara aktif. Mereka sering diberi teori-teori tanpa praktik. Padahal dalam pembelajaran sastra, khususnya drama, keterlibatan siswa menjadi aspek yang penting.
B.                 Isi
Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (Resource Based Learning)
Banyak sekali model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran menulis drama. Salah satu model tersebut adalah model Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (PBSB). Model PBSB mengutamakan sumber belajar sebagai fokus utamanya. Siswa dihadapkan dengan berbagai macam sumber belajar yang bisa dipilih sesuai dengan kemampuannya masing-masing, dengan tujuan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Berikut ini pengertian PBSB menurut Blakley dan Carrigan (dalam Campbel, dkk., 2009)
Resource-based learning is an educational model designed to actively engage students with multiple resources in both print and non-print form. Ideally, the classroom teacher and media specialist collaborate to plan resource-based units.

            Model PBSB pertama kali resmi digunakan oleh Association of College and Research Libraries (ACLR) dan American Library Association (ALA) pada tahun 1989. Kedua institusi ini sangat mendukung pembelajaran berbasis sumber belajar karena siswa dapat berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka, guru, dan masyarakat untuk menemukan jawaban dengan sumber belajar yang sangat bervariasi.
Penerapan model PBSB dalam pembelajaran terus berkembang hingga saat ini. Kini, sumber belajar yang digunakan pun semakin bervariasi, mulai dari sumber yang dirancang (by design), maupun yang digunakan (by utilization).  Di beberapa negara, model ini digunakan dan berhasil mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Model Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (PBSB) adalah titik tengah atau perpaduan dari model pembelajaran berbasis guru dan berbasis murid. PBSB adalah model pembelajaran yang dirancang agar siswa terlibat secara aktif dengan berbagai sumber pembelajaran. Siswa dapat belajar menurut langkah-langkah tertentu, seperti dalam pembelajaran berporgram, atau menurut pemikirannya sendiri untuk memecahkan masalah tertentu. Berikut ini pemaparan PBSB menurut Farmer (dalam Vina, 2012)
Teachers often teach lessons or units using a variety of media, including guest speakers, videos, or hypermedia presentations. Because teachers select content and mode of delivery, such instruction is more aptly deemed resource-based instruction, a pedagogy that is more teacher-centered. Resource-based learning is predicated upon the principle that individual learners will be drawn to the media and content which best match their own processing skills and learning styles (Farmer, 1999).

Dalam pembelajaran konvensional, biasanya guru yang menyediakan semua sumber pembelajaran, baik itu media ataupun bahan ajar. Siswa mau tidak mau harus menerima semua hal itu, baik itu cocok untuk dirinya ataupun tidak cocok. Di dalam model pembelajaran PBSB, siswa dapat memilih sumber pembelajaran apa yang paling cocok untuk dirinya, yang dapat membantu meningkatkan kompetensi dirinya.
Berdasarkan pemaparan mengenai rumusan model pembelajaran menurut Bruce Joice dan Marsha Weil (2000), maka model pembelajaran PBSB dirumuskan memiliki konsep-konsep sebagai berikut.
a.       Orientasi Model
Model pembelajaran PBSB berorientasi pada sumber belajar. Pada setiap proses pembelajaran dengan model PBSB, sumber belajar yang variatif merupakan faktor penunjang keberhasilan mahasiswa. Mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih sumber belajar yang paling sesuai dengan kebutuhannya untuk menyelesaikan masalah.
b.      Model Mengajar
(1)   Sintaksis
Model ini memiliki empat fase, yaitu (a) siswa dihadapkan pada masalah; (2) siswa dihadapkan pada sumber-sumber belajar; (3) siswa memilih sumber belajar yang cocok untuk memecahkan masalah; (4) siswa memecahkan masalah dengan sumber belajar yang sudah dipilihnya. Fase-fase tersebut bisa terlihat pada bagan Prosedur PBSB berikut ini.


Model PBSB ini menempuh strategi sebagai berikut.
1)      Fase kesatu: Siswa menerima informasi tentang model PBSB, kemudian mahasiswa dihadapkan pada masalah dalam pembelajaran.
2)      Fase kedua: Siswa dihadapkan pada berbagai macam sumber belajar yang bisa mendukung dan meningkatkan keterampilan mereka.
3)      Fase ketiga: Siswa memilih sumber belajar yang paling sesuai bagi dirinya untuk memecahkan masalah.
4)      Fase keempat: Siswa memanfaatkan/ menggunakan sumber belajar tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam pembelajaran.
(2)     Sistem Sosial
Sistem sosial model PBSB ini bersifat kooperatif. Guru dan siswa menjadi satu tim yang sama-sama bekerja untuk menemukan sumber belajar yang cocok untuk diterapkan mahasiswa dalam memecahkan masalah.
(3)     Prinsip-prinsip Reaksi
Reaksi dari guru terutama dibutuhkan pada fase kedua dan ketiga. Tugas guru pada fase kedua dan ketiga adalah membantu siswa dalam mencari dan menemukan sumber belajar yang cocok digunakan mahasiswa untuk memecahkan masalah, tetapi bukan berarti guru melakukan semuanya sendiri sementara siswa pasif. Pada fase terakhir, tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk menggunakan sumber belajar yang telah dipilihnya semaksimal mungkin  agar mereka dapat memecahkan masalah dengan sumber belajar itu.


(4)     Sistem Penunjang
Penunjang yang secara optimal dapat berdampak positif pada pelaksanaan model ini ialah adanya sumber belajar yang variatif untuk meningkatkan kemampuan siswa.
c.       Penerapan
Model PBSB ini tidak hanya sesuai bagi pelajaran ilmu sosial akan tetapi juga bagi ilmu pengetahuan alam. Model PBSB dapat diterapkan pada setiap materi pelajaran dan pada semua kelas berdasarkan tingakatn usia ataupun tingkatan kelas.
d.      Dampak Instruksional dan Penyerta
Meskipun model ini menekankan pada sumber belajar, tetapi keberhasilannya juga tidak terlepas pada proses sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Model ini memberikan dampak instruksionalnya dalam hal (1) meningkatkan keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah; dan (2) mengembangkan strategi untuk memecahkan masalah. Sedangkan dampak penyertanya ialah dalam hal (1) memupuk inisiatif; (2) menumbuhkan keaktifan dalam belajar;  dan (3) membiasakan toleran terhadap keberagaman.
Contoh Aplikasi Proses Pembelajaran Menulis Drama dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (Resource Based Learning)
Dalam pelaksanaan model Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar, siswa dapat menggunakan berbagai macam sumber belajar untuk meningkatkan kreativitasnya. Berikut ini akan dipaparkan contoh pelaksanaan proses pembelajaran menulis drama dengan menggunakan model PBSB.
1.    Pembelajaran pertemuan ke-1
Berikut ini adalah pemaparan kegiatan inti proses pembelajaran menulis drama dengan menggunakan model PBSB pada pertemuan ke-1. Dosen membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok menulis (writing group). Kemudian, dosen memaparkan materi mengenai unsur-unsur drama, khususnya unsur tema dan plot. Dosen menghadirkan sebuah sumber belajar, yaitu potongan sebuah lagu berjudul “Rintihan Kuntilanak”, potongan sebuah drama Korea berjudul “Kiss”, dan sebuah film pendek berjudul “Teeth”. Dosen mempersilakan kelompok-kelompok mahasiswa untuk mencari sebuah tema yang menarik berdasarkan sumber belajar yang mereka anggap tepat dan menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita.
Setiap kelompok mahasiswa mencari tema dan mengembangkan menjadi sebuah sinopsis yang memiliki plot. Setelah selesai, setiap perwakilan kelompok membacakan hasil diskusi kelompoknya. Kelompok lain menanggapi hasil pekerjaan kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
2.    Pembelajaran pertemuan Ke-2
Berikut ini adalah pemaparan kegiatan inti proses pembelajaran menulis drama dengan menggunakan model PBSB pada pertemuan ke-2. Pertemuan ini dilaksanakan di sebuah taman yang berada di dalam kampus. Mahasiswa sangat antusias melakukan pembelajaran ini. Mereka duduk sesuai dengan kelompok yang sudah dibentuk pada pertemuan sebelumnya.
Pertemuan ketiga ini membahas mengenai dialog, penokohan, latar, dan penulisan naskah. Dosen menghadirkan sumber belajar, yaitu alam atau lingkungan sekitar tempat mereka belajar, sebuah potongan naskah drama berjudul “Orang Asing”, dan sebuah majalah berisi gambar tokh-tokoh terkenal. Setelah itu, dosen memberikan kesempatan mahasiswa untuk bertanya. Mahasiswa sangat anstusias untuk bertanya. Setelah itu, mahasiswa diminta untuk membuat penokohan, dialog, dan latar yang terangkai dalam sebuah adegan drama. Mereka harus memilih sumber belajar yang paling tepat untuk mereka, sehingga mereka bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen.
Setiap kelompok melalukan diskusi. Mereka mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dengan antusias. Setelah mereka selesai berdiskusi, setiap perwakilan kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka dan ditanggapi oleh kelompok lain.
3.    Pembelajaran pertemuan ke-3
Berikut ini adalah pemaparan kegiatan inti proses pembelajaran menulis drama dengan menggunakan model PBSB pada pertemuan ke-3.Dosen menghadirkan sumber belajar, yaitu seorang penulis drama. Penulis drama tersebut berbagi keahliannya dalam menulis drama kepada mahasiswa. Penulis drama tersebut memaparkan proses kreatif menulis drama, mulai dari pencarian ide atau tema cerita, membangun plot, membangun penokohan, membangun dialog, membangun latar, dan menyusun wawancang dan kramagung di dalam drama. Penulis drama memberikan materi selama 30 menit. Setelah itu, dosen mempersilakan mahasiswa untuk berdiskusi dengan penulis drama tersebut. Pada akhir pembelajaran, dosen menugaskan mahasiswa untuk menggali materi drama di perpustakaan atau menggunakan koneksi internet di rumah masing-masing. Setelah itu, mahasiswa ditugaskan untuk membuat sebuah naskah drama sesuai dengan ide dan kreativitas masing-masing.
4.    Pembelajaran pertemuan ke-4
Berikut ini adalah pemaparan kegiatan inti proses pembelajaran menulis drama dengan menggunakan model PBSB pada pertemuan ke-4.Dosen meminta mahasiswa untuk mengumpulkan naskah drama yang telah mereka buat selama satu minggu. Dosen meminta beberapa mahasiswa untuk membacakan naskah drama yang dibuatnya, kemudian ditanggapi oleh mahasiswa yang lain.  
            Pemaparan contoh di atas dapat diterapkan hampir pada setiap jenjang pendidikan, baik itu jenjang sekolah maupun kuliah. Pada contoh aplikasi model PBSB ini, dosen menyediakan berbagai sumber belajar pada setiap pertemuan dan mahasiswa menentukan sumber belajar mana yang paling cocok bagi mereka. Mahasiswa dituntun dan didorong untuk mempelajari dan menguasai setiap unsur-unsur yang terdapat di dalam drama, agar nanti mereka dapat mengaplikasikannya ketika menulis naskah drama.
C.                Penutup
Pembelajaran menulis drama menuntut pendidik untuk berinovasi. Hal tersebut bertujuan agar siswa menjadi lebih termotivasi dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. PBSB pun tidak jauh berbeda. Seperti pada contoh pelaksanaan PBSB yang telah dipaparkan, dosen berinovasi untuk menyediakan berbagai sumber belajar bagi mahasiswa, misalnya lagu, video pementasan drama, film pendek, alam/ lingkungan sekitar, majalah, internet, siswa/ mahasiswa lain, ahli/ penulis drama, dan bahkan dirinya sendiri sebagai sumber belajar.
Hal tersebut menunjukan bahwa pelaksanaan PBSB menuntut kreativitas pendidik dan siswa. Guru/ dosen dapat menjadi fasilitator yang menyediakan berbagai sumber belajar yang menunjang, dan siswa dapat memilih sumber belajar yang benar-benar cocok untuk dirinya. Bila kedua hal tersebut diaplikasikan dengan baik, maka tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan maksimal. Pembelajaran menulis drama pun tidak akan menjadi momok yang menakutkan bagi siswa/ mahasiswa, tetapi akan menjadi salah satu materi pembelajaran yang ditunggu dan diminati.
REFERENSI
Brown, H. Douglas. (2001). Teaching by Principles an Interactive Approach to
Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Brunetiere, Ferdinand. 1914. The Law of the Drama. New York: University of
               Columbia.
Campbel, dkk. (2009). Resource Based Learning. [online]. Tersedia di:
Collie, Joanne & Stephen Slater. 1987. Literature in Language Classroom a
Resource Book of Ideas and Activities. New York: Cambridge University Press.
Hamdani, Agus. 2003. Tesis, Penyusunan model pengajaran apresiasi drama :
studi kuasi eksperimen terhadap siswa kelas II SMU Negeri Cililin. Bandung: UPI.
Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Joice, Bruce & Marsha Weil. 2000. Models of Teaching. USA: a Person
Education Company.
Nasution. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahman, Arif. 2006. Skripsi, Model Pembelajaran Menulis naskah Drama
dengan Menggunakan Media Drama Komedi Extravaganza. Bandung: UPI
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Vina. 2012. Resource Based Project. [online]. Tersedia di: http://samonte-vina-
p.blogspot.com/2012_01_01_archive.html
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.

BIODATA PENULIS
Neneng Sri Wulan, M.Pd. merupakan salah seorang pendidik di UPI Kampus Serang. Kini, lulusan S1 dan S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI ini tinggal di Serang, Banten. Selain akademisi, penulis juga merupakan penulis skenario program televisi nasional. Penulis dapat dihubungi di nomor  081321526843, dan email neneng_sri_wulan@upi.edu.



[1] Makalah ini disajikan sebagai makalah pendamping dalam Forum Ilmiah VIII (Seminar Internasional), dengan tema Pemikiran-Pemikiran Inovatif dalam kajian Bahasa, Sastra, Seni, dan Pembelajarannya, FPBS, UPI, pada tanggal 20 November 2012