BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pancasila sebagai dasar Negara,
pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia.
Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam
jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan kesadaran relational akan tumbuh
subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila itu
diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika nilai
dan moral pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang di
berlakukan di Indonesia .
Pancasila juga sebagai suatu sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari
segala penjabaran dari norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan
komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran
filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman
dalam suatu tindakan atau aspek prasis melainkan suatu nilai yang bersifat mendasar.
Nilai-nilai pancasila kemudian
dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma
tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah
norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala
hukum di Indonesia, pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur
yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk
negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kuasa materialis).
Pancasila bukanlah merupakan pedoman
yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu
sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral
maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam
norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun
kebangsaan.
1. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang ada di makalah
ini adalah :
1. Apa pengertian etika, norma, nilai
dan moral?
2. Apa itu hierarkhi?
3. Bagaimana hubungan antara nilai,
norma dan moral?
4. Apa definisi dimensi politisi
manusia?
5. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam pancasila sebagai
sumber etika politik ?
2.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan dalam makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian etika, norma dan moral dalam konteks pancasila
sebagai etika politik.
2. Dapat mengerti hierarkhi dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
3. Dapat memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik.
4. Dapat mengerti
dan memahami definisi dimensi politisi manusia yang terdapat dalam tujuan pancasila.
5. Nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila sebagai sumber etika politik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ETIKA, NORMA, NILAI, DAN MORAL.
a. Pengertian
etika
Berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom”
atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Istilah
Etika digunakan untuk menyebut ilmu dan prinsip dasar penilaian baik buruknya
perilaku manusia atau berisi tentang kajian ilmiah terhadap ajaran moral.
Etika adalah filsafat moral yang berkaitan
dengan studi tentang tindakan baik atau buruk manusia dalam mencapai
kebahagiaan.
Modal
dasar dalam
etika adalah perilaku,,sedang perilaku manusia dipengaruhi oleh pikiran dan
hati (perasaan).
Fungsi Etika
Fungsi etika adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas. Orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan pluralisme moral. Etika bersifat lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam pergaulan (saat ada orang lain).
Fungsi etika adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas. Orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan pluralisme moral. Etika bersifat lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam pergaulan (saat ada orang lain).
b. Pengertian Norma
Norma adalah aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat atau kelompok tertentu dan
menjadi panduan, tatanan, pandangan dan pengendali sikap dan tingkah laku
manusia.
Oleh sebab itu, norma dalam
perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma
hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang
dikenal dengan sanksi, misalnya:
a. Norma agama, dengan
sanksinya dari Tuhan ,
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal
terhadap diri sendiri,
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan
dalam pergaulan masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau
kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
Fungsi Norma
Fungsi norma social dalam masyarakat secara umum sebagai
berikut :
Norma merupakan factor perilaku dalam kelompok tertentu yang memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan akan dinilai orang lain.
Norma merupakan aturan , pedoman, atau petunjuak hidup dengan sanksi-sanksi untuk mendorong seseorang, kelompok , dan masyarakat mencapai dan mewujudkan nilai-nilai social.
Norma merupakan factor perilaku dalam kelompok tertentu yang memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan akan dinilai orang lain.
Norma merupakan aturan , pedoman, atau petunjuak hidup dengan sanksi-sanksi untuk mendorong seseorang, kelompok , dan masyarakat mencapai dan mewujudkan nilai-nilai social.
Norma-norma merupakan aturan-aturan yang tumbuh dan dan
hidup dalam masyarakat sebagai unsur pengikat dan pengendali manusia dalam
hidup masyarakat.
c. Pengertian Nilai
Nilai
pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, namun
bukan objek itu sendiri. Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, yang kemudian nilai dijadikan landasan, alasan dan
motivasi dalam bersikap dan berperilaku baik disadari maupuin tidak disadari.
Nilai merupakan harga untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya
kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bahasa Indonesia, 2000). Nilai akan lebih
bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus lebih di
kongkritkan lagi secara objektif, sehingga memudahkannya dalam menjabarkannya
dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma hukum,
norma agama, norma adat istiadat
dll.
·
Ciri-ciri Nilai
1. Bersifat abstrak yang ada dalam kehidupan
manusia.
2. Memiliki sifat normative.
3. Berfungsi sebagai daya dorong
atau motivator dan manusia adalah pendukung nilai.
d. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores)
yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang
baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang
yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika
sebaliknya, terjadi sesuatu yang melanggar, pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat
berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral
dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral keTuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral
hukum, moral ilmu, dan sebagainya.
Nilai, norma dan moral secara
bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
2. PENGERTIAN
HIERARKHI NILAI.
Hierarkhi nilai sangat tergantung
pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat terhadap sesuatu obyek.
Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai
meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama
tingginya dan luhurnya.
Menurutnya nilai-nilai hirarki
dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan
yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan modalitas
nilai dari yang suci.
Walter G Everst mengolongkan nilai-nilai manusiawai ke
dalam delapan kelompok yaitu:
1.
Nilai-nilai ekonomis.
2.
Nilai-nilai kejasmanian.
3.
Nilai-nilai hiburan.
4.
Nilai-nilai social.
5.
Nilai-nilai watak.
6.
Nilai-nilai estesis.
7.
Nilai-nilai intelektual.
8.
Nilai-nilai keagamaan.
Sementara itu, Notonagoro membedakan
menjadi tiga, yaitu :
1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi jasmani manusia,
2. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3. Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam
empat tingkatan sebagai berikut :
a. Nilai kebenaran yaitu nilai yang
bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
b. Nilai keindahan/estetis yaitu nilai
yang bersumber pada perasaan manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral
yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
d. Nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat
mutlak.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai
dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu
keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh
karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan
setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran
sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem
nilai.
Dari uraian
mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan
tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro
berpendapat bahwa nilai – nilai pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi
nilai – nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan
demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral,
maupun nilai kesucian yang
sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai
‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sebagai ‘tujuan’.
3. HUBNGAN ANTARA
NILAI, NORMA, DAN MORAL.
Dalam kehidupannya manusia tidak
akan bisa terlepas dari yang namanya nilai, moral dan norma. Yang mana
ketiganya tersebut selalu berhubungan dan mempengaruhi kehidupan manusia dalam
masyarakatnya. Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika
maupun estetika. Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai
dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif,
apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya. Kedua,
memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai sangat tergantung
pada subjek yang menilainya.
Norma dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa
kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar
masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan norma merupakan pengertian yang tidak
bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya
kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan
saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas
lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Manusia juga sangat berkaitan dengan moral dalam kehidupan
bermasyarakatnya, yang mana moral menjadi istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki
nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang
harus dimiliki oleh manusia. Dalam zaman sekarang ini moral anak bangsa
kita telah merosot, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam factor.
Faktor tersebut seperti pengaruh budaya asing, televise, dan akibat dari
kesenjangan ekonomi. Dalam hal ini moral sangat diperlukan oleh setiap
individu manusia. Orang-orang pintar sekarang telah banyak kita temukan,
tapi apakah dapat tau orang tersebut bermoral atau tidaknya, karena moral
tersebut hanya dapat dilihat dari tingkah lakunya.
4. PENGERTIAN
POLITIK DAN DIMENSI POLITIS MANUSIA.
a. Pengertian Politik
Pengertian
‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’,
yang memiliki makna bermacam – macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘
negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan – tujuan dari sistem itu dan
diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian – pengertian
pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep
– konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan ( power),
pengambilan keputusan ( decision making), kebijaksanaan ( policy), pembagian
( distribution), serta alokasi (
allocation).
·
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik
lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga –
lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta
birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara.
·
Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut
seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat
negara.
b. Pengertian Etika Politik
Secara
substantive pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat
dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian
‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban
moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang
dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubungannya
dengan masyarakat, bangsa maupun Negara, etika politik tetap meletakkan
dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar
etika politik bahwa kebaikan senantiasa didsarkan kepada hakekat manusia
sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Berdasarkan
suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bias berkembang kearah
keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai
oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia
tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam
suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral
kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter,
karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat
negara.
Fungsi etika politik.
Fungsi
etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung
jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara
rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri
politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah
idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Etika politik
adalah perkembangan filsafat di zaman pasca tradisional. Dalam tulisan para
filosof politik klasik: Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Marsilius dari
Padua, Ibnu Khaldun, kita menemukan berbagai unsur etika
politik, tetapi tidak secara sistematik. Dua pertanyaan etika politik di atas
baru bisa muncul di ambang zaman modern, dalam rangka pemikiran zaman
pencerahan, karena pencerahan tidak lagi menerima tradisi/otoritas/agama,
melainkan menentukan sendiri bentuk kenegaraan menurut ratio/nalar, secara
etis.
Karena itu, sejak
abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
a.
Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara (John Locke).
b.
Kebebasan berpikir dan beragama (Locke).
c.
Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie).
d.
Kedaulatan rakyat (Rousseau).
e.
Negara hukum
demokratis/republican (Kant).
f.
Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb).
c.Dimensi
Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup
lingkaran kelembagaan hukum dan negara, sistem – sitem
nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan
dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan
kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan
kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala
diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia
akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai suatu
keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh
kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh
tindakan – tindakannya.
Dimensi
politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu
pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu
dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang
senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
d. Manusia
sebagai Makhluk Individu – Sosial
Paham
individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandang manusia
sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan
paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas
dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan
manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam
hidupnya mampu ber-eksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan
berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang
dibutuhkannya agar berhasil dalam segala kehidupannya
serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar
filosofis sebagai mana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya
bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat
‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia, bukanlah totalitas
individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
5. NILAI-NILAI
PANCASILA SEBAGAI SUMBER ETIKA POLITIK.
Pancasila sebagai etika politik mempunyai lima prinsip/sumbe.
1.
Pluralisme (sila pertama, ketuhanan yang maha Esa).
Pluralisme
adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan
pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari
informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan
sekelompok orang.
2.
Hak Asasi Manusia (sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab)
Jaminan
hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena
hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib
tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah
baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a.
Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat,
melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
b. Kontekstual
karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas
di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam
oleh Negara modern.
3.
Solidaritas Bangsa (sila ketiga, Persatuan Indonesia).
Solidaritas
bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara
melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan,
solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.
Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4.
Demokrasi (sila Ke empat, kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaran perwakilan).
Prinsip
“kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus
atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin
berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin.
Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi
hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
- Pengakuan
dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
- Kekuasaan
dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5.
Keadilan Sosial (sila ke lima, Ke adilan sosial bagi seluruh Bangsa indonesia).
Keadilan
merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan
sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang
terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk
itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
- Kemiskinan,
ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
- Ekstremisme
ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana
mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan
pendapat mereka pada masyarakat.
- Korupsi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah :
1. Pancasila adalah sebagai suatu
sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai sehingga merupakan sumber
dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainya.
2. Suatu pemikiran filsafat tidak secara
langsung menyajikan norma – norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praktis
melainkan nilai – nilai yang bersifat mendasar.
3. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia yang membicarakan
masalah – masalah yang berkaitan dengan predikat “susila” dan “tindak susila”,
“baik” dan “buruk.
4. Hubungan sistematik antara nilai, norma dan
moral tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan
manusia.
5. Etika politik adalah termasuk
lingkup etika sosial manusia yang secara harfiah berkaitan dengan bidang
kehidupan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Paradigma offset.
Buku :Acmat (2007). Pendidikan
Kewarganegaraan. Jogyakarta: Paradigma.
Http:/Plityz.
Blogs pot. Com/2010/Pancasila – Sebagai – Etika – Politik.html Diakses tanggal
22 maret 2012.
Http:/
www.scribd com/doc/2433447/Pancasila Sebagai Etika Poltik. HtmlDiakses tanggal
22 maret2012.
Http:/Khairunnisa
Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/ Pancasila Sebagai Etika.
http:MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM_Bambang1988′s Blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar